Menelusuri Jejak Sejarah Bungker di Kota Mojokerto
Berbentuk Mirip Batu untuk Mengelabui Musuh
Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Jawa Timur (Jatim) menelusuri tiga titik objek diduga cagar budaya (ODCB), Rabu (7/6). Dua di antaranya merupakan bungker peninggalan era kolonial. Uniknya, tempat persembunyian itu berbentuk mirip batu yang dahulu berfungsi untuk mengelabui musuh.
RIZAL AMRULLOH, Kranggan, Jawa Pos Radar Mojokerto
BERSAMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kota Mojokerto, tim yang terdiri dari lima orang ini mencermati secara detail dua buah bungker. Masing-masing terletak di halaman Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel Jalan A. Yani dan di kompleks kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Mojokerto Jalan Letkol Sumarjo.
Tim mencatat data dan informasi. Mulai dari bentuk, ukuran, hingga nilai sejarahnya. Kajian dilakukan karena sepasang bungker peninggalan masa penjajahan Belanda ini masuk dalam daftar ODCB yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai cagar budaya. ”Bungker di Kota Mojokerto mempunyai bentuk unik seperti kubah. Saya belum pernah lihat bungker seperti ini di Indonesia,” ungkap salah satu TACB Jatim Edi Triharyantoro.
Edi menerangkan, bungker pada umumnya tidak memiliki permukaan yang mencolok. Karena secara fungsi, tempat tersebut digunakan untuk bersembunyi. Namun, dua bungker di Kota Mojokerto justru memiliki bentuk yang nyaris sama yang permukaannya berbahan beton berbentuk setengah bola. ”Selama ini, bungker peninggalan Jepang maupun Belanda itu bentuknya biasa,” ulasnya.
Edi memperkirakan, dua buah bungker didesain untuk menyamarkan tempat persembunyian. Khususnya menghindari serangan musuh dari udara. Struktur tersebut diprediksi dibuat oleh pada masa kolonial untuk mengantisipasi pasukan Jepang. ”Kemungkinan kalau dilihat dari atas tampak seperti batu biasa untuk mengelabui musuh. Tetapi sebenarnya terbuat dari beton yang sangat kuat,” jelasnya.
Untuk mengungkapnya, TACB akan membuat kajian dari hasil peninjauan di lapangan. Di samping itu, lanjut Edi, tim juga berencana untuk menyibak keterkaitan antara bungker di GPIB dan di BPKPD.
Karena secara fisik, dua bungker yang berjarak kurang lebih 200 meter memiliki bentuk yang identik. Dan, menurut informasi yang digali TACM, dua bungker tersebut saling terhubung. ”Kalau ditarik antara bungker yang ada di gereja dan di BPKPD memang satu garis lurus. Tapi membuktikan kita harus turun dan menggali,” papar dia.
Untuk saat ini, upaya untuk memasuki bungker masih terkendala karena di dalamnya terpenuhi dengan sampah. Terlepas dari itu, tempat persembunyian di masa perang itu memiliki nilai penting sejarah dan arsitektur dari keunikan bentuknya. ”Paling tidak kita coba untuk masuk ke dalam apakah lorongnya lurus ke arah utara. Karena untuk ekskavasi nampaknya sudah sulit,” imbuh dia.
Selain dua bungker, TACB juga mengkaji deretan bangunan lawas di Jalan Gajah Mada. Konstruksi bercorak Eropa diduga merupakan rumah dinas pegawai pabrik gula. Kondisi bangunan yang kini dikelola TNI Angkatan Darat ini juga masih orisinal dari bentuk aslinya. ”Tingkat keasliannya masih terjaga. Meski ada tambahan baru, tapi tidak mengurangi nilai cagar budaya karena lepas dari bangunan aslinya,” urai Edi.
Sementara itu, Kabid Kebudayaan Dikbud Kota Mojokerto Mudjoko menambahkan, setelah terjun langsung ke tiga titik ODCB, tim akan menyusun kajian sebagai pendukung untuk usulan penetapan cagar budaya. ”Kajian ini nanti akan kami usulkan ke Provinsi Jatim ditetapkan sebagai cagar budaya tingkat kota,” imbuhnya. (ron)
0 Comments