Kepatuhan Wajib Pajak Minerba di Mojokerto Rendah
KABUPATEN, Jawa Pos Radar Mojokerto – Tingkat kepatuhan wajib pajak sektor tambang di wilayah Kabupaten Mojokerto rendah. Hal itu terbukti dari tingginya nilai piutang yang mencapai miliaran rupiah.
Menjamurnya galian liar yang tak pernah tersentuh penertiban, hingga kini masih menjadi persoalan utama. Sekretaris Bapenda Kabupaten Mojokerto Pipit Susatiyo mengatakan, kepatuhan para wajib pajak sektor minerba belakangan masih rendah. Bahkan, meski sebelumnya sudah dilakukan SKK kepada Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, faktanya belum ada progres yang signifikan. ’’Secara umum kepatuhan wajib pajak minerba belum begitu signifikan,’’ ungkapnya.
Sejumlah langkah yang dilakukan pemda dalam mengoptimalkan dalam penagihan kepada pengemplang pajak belakangan belum membuahkan hasil. Dari total 30 galian C yang legal, separo lebih kepatuhannya membayar pajak mengalami penurunan. 13 wajib pajak sebelumnya juga sudah di-SKK kepada kejaksaan dengan jumlah total capai Rp 6,6 miliar. Namun, hingga kini, kepatuhan mereka juga tak alami perubahan. ’’Memang ada yang mengangsur, tapi tidak banyak. Misalkan piutangnya miliaran rupiah, tapi nyicil-nya hanya puluhan juta, itu kan tidak seimbang,’’ sesalnya.
Berbagai faktor memang jadi pemicu menurunnya kepatuhan para penambang legal membayar pajak. Salah satu alasan utama karena masih menjamurnya galian liar yang beroperasi dan tak pernah tersentuh penertiban. Kondisi itu memengaruhi persaingan bisnis galian. ’’Mereka yang mempunyai izin sering mengeluh kalah saing soal harga yang ilegal itu lebih murah, karena tidak kena pajak retribusi, jadi pelanggannya banyak yang berpaling,’’ katanya.
Sehingga, kata Pipit, maraknya galian C ilegal yang tetap beroperasi membuat penambang resmi kian tergerus. Di lain sisi penjualan alami kembang kempis, mereka juga punya tanggung jawab ke negara membayar pajak dari hasil tambang yang dijual sebagai salah satu sektor pendapatan asli daerah (PAD).
Sementara itu, hingga kini kewenangan daerah menindak juga terbatas lantaran kini pengawasan dan perizinan berada di provinsi. ’’Harapan kami APH turun melakukan penertiban, karena satpol PP saat ini juga tidak punya kewenangan,’’ paparnya.
Keberadaan galian C ilegal ini seperti yang ada di Desa Bendung, Kecamatan Jetis. Sesuai pantauan di lokasi, meski tak memiliki izin dari pemerintah, faktanya masih tetap aman melakukan aktivitas penambangan. Menggunakan alat berat, tiap harinya puluhan, bahkan ratusan truk keluar masuk mengangkut material tambang. ’’Sesuai data galian C di Bendung itu ilegal,’’ tuturnya.
Mei lalu, keberadaan galian C ilegal di Kabupaten Mojokerto juga sempat kembali jadi sorotan kalangan DPRD setelah banyak pengaduan masuk. Legislator daerah ini menyebut, beroperasinya tambang liar membuat galian C legal kian tergerus yang akhirnya berimbas pada PAD.
Benar saja, saat melangsungkan sidak galian C di dua titik yang berada di Desa Sidorejo dan Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, diperoleh data jika beroperasinya galian C ilegal yang terjadi belakangan membuat galian C legal alami kembang kempis. Bahkan alami kemerosotan penjualan sampai 50 persen lebih tiap harinya. Jika, per hari biasanya bisa terjual 150-an rit, kini menurun menjadi hingga 50-70-an rit per hari.
Secara otomatis, kondisi ini akan berpengaruh pada PAD sektor retribusi minerba yang diterima pemda. Padahal, dengan harga Rp 170-180 ribu yang dijual penambang, daerah dapat Rp 35 ribu per rit. (ori/ron)
0 Comments