Jaksa Tuntut Eks Petinggi Kampus di Kota Mojokerto Penjara Tiga Tahun
Dianggap Rugikan Kampus dan Meresahkan Masyarakat
KOTA, Jawa Pos Radar Mojokerto – Eks petinggi STIT Raden Wijaya, Kota Mojokerto, Hariris Nurcahyo dituntut hukuman 3 tahun penjara atas perkara penggelapan dalam jabatan. Jaksa penuntut umum (JPU) meyakini guru PNS asal Desa Sambiroto, Kecamatan Sooko, itu bersalah telah menguasai lembaga dan sertifikat tanah kampus.
Sidang tuntutan diketuai hakim Fransiskus Wilfrirdus Mamo digelar secara online di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Senin (12/6) sore. Hariris mengikuti persidangan yang berlangsung pukul 16.00 itu dari Lapas Kelas II-B Mojokerto tempatnya ditahan. Jaksa penuntut umum (JPU) Riska Apriliana menyatakan, terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebagaimana dakwaan alternatif Pasal 374 KUHP.
Dia menuntut agar majelis hakim menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara kepada terdakwa. Riska menyampaikan beberapa hal yang memberatkan tuntutan terhadap pria 61 tahun itu. ”Terdakwa telah merugikan pihak kampus dan meresahkan masyarakat,” ujarnya. Sedangkan kesopanan dan riwayat yang belum pernah dipenjara menjadi pertimbangan yang meringankan.
Atas tuntutan itu, majelis hakim memberi pihak Hariris waktu sepekan untuk mengajukan pembelaan. ”Kami akan mengajukan pleidoi,” sebut penasihat hukum terdakwa Jainul Arifin usai sidang.
Menurutnya, tuntutan 3 tahun penjara yang diajukan kepada kliennya terlalu berat. Berdasarkan fakta persidangan, katanya, dalam perkara ini, Hariris tidak berstatus sebagai petinggi kampus. Melainkan sebagai pengajar alias dosen. Dengan demikian, dakwaan yang diajukan salah alamat karena perkara itu menjadi ranah pengurus yayasan. ”Kalau masalah seperti ini harusnya pemimpin STIT yang bertanggung jawab, bukan Pak Hariris,” imbuhnya.
Jainul menampik dakwaan penggelapan sertifikat tanah maupun penguasaan kampus. Disebutnya, semua sertifikat aset maupun transaksi jual beli objek tak pernah dikuasai oleh terdakwa. ”Semua sertifikat di dalam lemari kampus dan tidak pernah keluar sama sekali,” tandas dia.
Sebagaimana diketahui, Hariris dilaporkan ke polisi oleh Ketua Badan Pelaksana Penyelenggaraan Perguruan Tinggi NU Kota Mojokerto Achmad Wahid Hasjim dengan tuduhan penggelapan dan penguasaan aset kampus STIT sejak tahun 2016. Dosen sekaligus guru asal Desa Sambiroto, Kecamatan Sooko, itu tetap menguasai sertifikat dan mendirikan yayasan dalam yayasan meskipun jabatannya sudah habis.
Dari laporan itu, penyidik Satreskrim Polres Mojokerto Kota menetapkan Hariris sebagai tersangka penggelapan dan pemalsuan akta tanah kampus pada 9 Februari lalu. Yakni akta tanah atas nama Badrus seluas 967 meter persegi dan Saifudin Anafabi seluas 884 meter persegi. (adi/ron)
0 Comments