12 Bersaudara Perusak Rumah di Mojokerto Disidang
Korban Beri Maaf, Hakim: Malu Sesama Keluarga Berkelahi
DAWARBLANDONG, Jawa Pos Radar Mojokerto – Di hadapan majelis hakim dan selusin kerabatnya yang mendekam di penjara kemarin (17/5), Khotimah, 55 tak goyah. Meski berkenan memberi maaf, namun ia tetap ingin para terdakwa diadili. Sidang perdana perkara sengketa warisan berujung perusakan emperan rumah di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Dawarblandong, itu memantik keprihatinan hakim.
Dari Lapas Kelas II-B Mojokerto, para terdakwa mengikuti persidangan secara online di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto. Seluruh terdakwa merupakan warga Dusun/Desa Sumberwuluh. Mereka meliputi Tarman, 67; Tarji, 62; Sucipto, 60; Subianto, 54; Khoirur, 35; Amin, 50; Arta Mustami Saifudin, 35; M. Aminun, 25; Ahmad Nur Azam, 23; Ahmad Kusairi, 32; Usman, 60, dan Raukhan, 65.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kabupaten Mojokerto Ari Wibowo mengatakan, terdakwa secara bersama-sama merusak emperan rumah milik Khotimah pada April 2020 silam. Aksi pembongkaran direncanakan oleh Tarman yang tak lain adalah adik kandung suami korban. ”Masing-masing terdakwa memiliki peran masing-masing,” jelasnya saat membacakan dakwaan.
Menggunakan palu, gergaji, dan ubut, ke-12 terdakwa merobohkan bangunan yang biasa dipakai menyimpan perkakas pertanian tersebut. Mereka berbagi tugas dari menggergaji usuk dan reng, menurunkan genteng, dan mengangkut kayu-kayu. Lahan seluas 1,5×17 meter tempat berdiri emperan itu berada di sela rumah Khotimah dan anaknya Sri Wahyuni, 32. Selain merobohkan emperan, para terdakwa juga menggempur pagar rumah korban. ”Perbuatan ini dilakukan tanpa seizin pemilik. Akibatnya korban menanggung kerugian Rp 6 juta,” tandasnya.
Sidang dakwaan dengan hakim ketua Fransiskus Wilfrirdus Mamo ini langsung disambung dengan pemeriksaan saksi Khotimah. Saat para terdakwa membongkar rumahnya, Khotimah mengaku sedang di sawah. Dia dijemput oleh anaknya dan mendapati emperannya itu sudah rata tanah. ”Orang-orangnya (para terdakwa, Red) masih di lokasi semua. Mereka marah-marah,” ujarnya saat memberi kesaksian dari kantor Kejari Kabupaten Mojokerto.
Pembongkaran itu dilakukan karena para terdakwa menginginkan lahan warisan dari buyut bernama Kuwat itu digunakan untuk jalan setapak. Beberapa di antara mereka memang tinggal di sekeliling rumah korban. Namun, sela antarrumah itu bukanlah akses yang bisa langsung tembus ke rumah para terdakwa. ”Di situ buntu. Sebelum dibongkar pun masih bisa dilewati jalan kaki,” tuturnya.
Perempuan yang kini tinggal di Surabaya itu menyatakan tak lagi bisa berdamai dengan para terdakwa. Hubungan persaudaraan yang terjalin selama ini disebutnya sudah dirusak para terdakwa. Semenjak pilkades pada 2019 silam, keluarganya dimusuhi. ”Saya dikucilkan satu kampung dan difitnah macam-macam sejak pilihan kades,” imbuhnya.
Hakim anggota Luqmanul hakim sempat mengungkapkan keheranannya karena perkara antarsaudara ini sampai membuat 12 terdakwa mendekam di penjara. Dirinya berkali-kali bertanya kepada Khotimah mengapa perkara ini terus dilanjutkan. ”Masa sesama keluarga berkelahi, kan malu apalagi sampai dipenjara,” ungkapnya lirih.
”Kita bicara dari hati ke hati sesama umat manusia apakah ibu mau memaafkan seandainya terdakwa membangun kembali rumah yang dirusak?, Dari lubuk hati ibu paling dalam apakah mau memaafkan,” tanyanya. Pertanyaan ini dijawab Khotimah dengan satu kalimat pasti. ”Saya mau memaafkan, tapi secara hukum tetap berlanjut,” ucapnya.
Sebagaimana diberitakan, sebanyak 12 orang yang masih berhubungan kerabat dan tetangga ditahan sejak 29 Maret lalu. Pada April 2020 silam, mereka dilaporkan Sri karena merusak emperan rumah milik Khotimah. Perusakan dipicu lantaran tersangka meminta tanah warisan dari buyut bernama Kuwat untuk dijadikan jalan setapak.
Di sisi lain, Sri menyebut, perkara ini bermula dari perselisihan pilihan calon kepala desa pada 2019. Keluarganya dituduh tak mendukung salah satu kerabat yang mencalonkan diri sehingga berakhir kalah. Situasi itu membuat keluarganya dimusuhi hingga akhirnya terjadi perusakan. Berbagai upaya mediasi yang dilakukan sejak tahap penyelidikan gagal. Pelapor mengaku sudah kadung sakit hati ke para tersangka. (adi/ron)
0 Comments